Happy Friday-Seorang teman pengusaha pernah
berujar "Bangkit cinta pakai perasaan, mempertahankannya pakai
penghasilan."
Memutuskan Secara Intelektual |
Sahabat, pernahkah kita flash back
ketika kita ingin melamar calon pasangan hidup kita?
Apakah kita memutuskannya dengan emosional apa
rasional?
Dengan emosional apa intelektual?
Saya yakin, bagi yang bertanggung jawab tentu
mengedepankan sisi intelektual ketika ingin melamar calon pasangannya.
Mulai mengukur diri, jika generasi Kolonial,
pertimbangan Bibit, Bobot, dan Bebet di mulai dari dirinya terlebih
dahulu, apakah sudah layak, setelah itu baru mencoba melamar.
Biasanya, hampir bisa dipastikan di terima.
Bagaimana yang menggunakan jalur emosional?
Tidak salah juga sebenarnya, selagi satu sama
lain bertanggung jawab.
Karena hidup ini juga berproses, banyak sekali
orang-orang yang menikah, awal start nya tidak punya apa-apa, bahkan
tidak sedikit yang minus, lalu dengan menikah akhirnya happy ending,
layaknya cerita bak negeri dongeng.
Walau di banyak tempat kita lihat, orang-orang
yang bermodal nekad ada yang sukses dan banyak juga yang gagal.
Apapun kejadian kita hari ini, semangat untuk
berubah haruslah menjadi sandaran dalam bidang keuangan.
Point yang
saya ingin sampaikan hari ini bahwasanya, setiap tindakan kita hendaknya
diawali secara intelektual, dilaksanakan secara emosional dalam balutan
spiritual.
Masalah Keuangan
Setiap orang tentulah melewati fase rintangan
keuangan, entah yang namanya utang, aset disita, di PHP-in sama teman,
dikhianati sama teman bisnis, belum bisa membayar SPP anak dll.
Ada yang bisa melewatinya, artinya sudah layak
naik kelas, tapi tidak sedikit juga yang hari demi hari semakin terbelit dengan
masalah keuangan.
Seorang mentor saya pernah berkata, "Utang
itu hidup."
Artinya, ia akan memangsa cepat atau lambat.
Apakah utang jelek (bad debt) atau pun
utang baik (good debt).
Jika utang baik, walau tetap memangsa kita,
tetap saja ada 'harapan' untuk akhirnya lunas dan malah punya aset (lancar,
guna pakai maupun investasi) yang kesemuanya itu bisa memasukkan uang ke
kantong kita.
Yang jadi masalah adalah ketika sudah tahu itu bad
debt (utang buruk), tetap saja memaksakan keinginannya.
Jika ini yang terjadi, sebaiknya harus segera
'dihabisi' agar tidak semakin membelit diri kita dan keluarga.
Untuk itu, jika hari ini kita bermasalah secara
keuangan, maka jalur pertama yang perlu kita terapkan adalah :
1. Sudah benarkah cara kita menghasilkan
uang hari ini?
Ada sebuah pemahaman sesat di masyarakat kita
"Yang Haram aja susah, apalagi yang halal"
Jika mencari uang secara haram susah, kenapa
kita tidak balik, "Ketimbang sama-sama susah, lebih baik cari mendapatkan
uang secara halal."
Setiap hari, ada saja terobosan-terobosan baru
orang menghasilkan uang.
Jika dahulu, Alam yang kaya menjadi
panglimanya, tapi hari ini Kreativitas yang kaya adalah panglimanya.
Lihat saja orang-orang super kaya versi Majalah
Forbes/Fortune, rata-rata untuk Generasi Babby Boomer dan Generasi X
isinya di atas 40 tahun, tapi bagi Generasi X atau Milenial, untuk menjadi Kaum
Super Kaya, mereka sudah ada yang berusia 30-an, walau Periodeisasi ini
akhirnya lebih ke Gaya Hidup.
Cara paling gampang mendapatkan penghasilan
adalah dengan meniru mentor kita.
Jika kita ikuti secara apa adanya, maka Cara
kita berfikir, Bertindak dan Menjadi Kebiasaan serta Karakter kita itulah Nasib
Keuangan kita.
Selain dari itu sudah saatnya kita meluaskan,
menumbuhkembangkan Karakter dan Kompetensi kita sembari membangun networking
di luar lingkaran kebiasaan kita sehari-hari.
Jadikan Silaturrahim dan Sinergi
sebagai Motivasi Abadi dalam menghasilkan uang secara halal yang imbasnya pada
Spiritualitas dan Akherat kita.
2. Gunakan kalkulator dalam setiap
transaksi keuangan kita!
Semua orang-orang sukses di dunia, selalu
membuat rencana karena tanpa rencana berarti merencanakan kegagalan.
Dalam bidang keuangan, berapapun kondisi saldo
kita hari ini, syukurilah.
Karena saldo kita mencerminkan siapa diri kita
sebenarnya dalam bidang keuangan, kecuali yang 'Maqom Keuangan Akhirat' -nya
sudah tinggi, ini hal lain.
Setiap mendapatkan penghasilan, selalu 'audit'
internal atau lakukan Financial Check Up apakah kita sudah memutuskannya
secara intelektual?
Apakah ketika membeli atau ingin memiliki
sesuatu sudah kita gunakan Kalkulator di HP kita?
Misalnya, ingin punya HP baru, setelah tahu
harganya, apakah kita sudah cek apa saja benefit yang akan kita dapatkan secara
keuangan setelah mendapatkannya?
Jangan-jangan, yang kita beli hanya jadi liability
(yang mengeluarkan uang dari kantong kita) atawa aset lemak, tanpa jadi aset
otot atau aset produktif (yang memasukkan uang ke kantong kita).
Pun begitu jika kita ingin punya instrumen
investasi baru, sudahkah kita memvalidasinya?
Apakah sudah sesuai dengan tujuan keuangan diri
dan keluarga kita.
Saya baru mencoba, aset lancar anak saya bisa
menghidupi masa depan keuangannya.
Financial Intelligent
nya, mulai saya asah sejak dini.
Paling tidak orang tuanya lah yang menjadi
Manajer Investasi nya.
Bayangkan jika semua orang Melek Keuangan sejak
dini.
Jika sedari dini kita sudah 'mewariskan' Financial
Quotient kepada anak kita, Insya Allah setelah dewasa hidupnya akan
aman secara keuangan.
3. Lakukan sepenuh hati dan libatkan rasa
terdalam hingga tujuan tercapai.
Orang-orang yang sukses secara keuangan adalah
mereka yang membayar harganya di depan.
Lihatlah Eyang Warren Buffet, sudah mulai
berinvestasi sejak usia 11 tahun, dimana rata-rata anak kita tahunya meletakkan
tangan di bawah.
Setelah semakin dini berinvestasi, beliau
melakukannya sepenuh hati dan belajar mencari mentornya.
Baik lewat buku, alat bantu belajar seperti audio,
video dll maupun langsung 'nyantri' ke gurunya.
Selanjutnya libatkan rasa terdalam seperti
afirmasi, self talk, kepasrahan total atas apa yang dilakukan hingga
tercapai tujuan.
Mengapa tujuan kita lebih banyak tidak
tercapainya ketimbang yang sukses?
Karena kita selalu menunggu, tanpa mau
menyelesaikan misi yang di buat dan menyukseskan prestasi yang kita torehkan.
Intinya adalah melakukan apa yang seharusnya
kita lakukan.
Tanpa budaya ini, dalam bahasa teknisnya
disebut The Culture of Accountability, kita tidak akan bisa memutuskan
Masalah Keuangan Diri dan Keluarga serta Bisnis kita secara Intelektual.
Karena inti dari The Culture of
Accountability adalah DISIPLIN.
Wallahu'alam Bisahowab.....
Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
#MemutuskanMasalahKeuanganSecaraIntelektual
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan