Panik Keuangan karena Virus Corona (Corona Virus Financial Panic)


Happy Friday-Hari-hari ini adalah hari-harinya Virus Corona.

Walau di bilang terlambat di antisipasi, tetap saja lebih baik ketimbang tidak ada tindakan sama sekali.

Fenomena lock down di beberapa negara seperti Tiongkok dan Italia, ataupun tidak di lock down seperti di Korea Selatan adalah tindakan kongkrit di situasi genting kesehatan yang mengancam nyawa banyak orang.

Panik Keuanngan karena Virus Corona
Sebelum tahun 2020, beberapa mentor kami telah memprediksi akan terjadi 'Krisis Keuangan' baik skala Lokal maupun Global.

Dan masuknya Virus Corona ke Indonesia menjadi trigger semakin mempercepat krisis tersebut terjadi.

Artinya, suka tidak suka senang atau tidak senang, kejadian ini akan kita alami juga.

Tinggal masalahnya, apakah kita akan berdiam diri saja ataukah bergerak ke depan dan selalu Optimis berselancar di tengah gelombang badai keuangan.

Tahun 1998 dan 2008, nama-nama seperti Chairul Tanjung dan Sandiaga Uno adalah salah dua dari beberapa orang yang membalikkan Kapal Karam Keuangan menjadi Kapal Terbang Keuangan yang tinggal landas begitu Badai Krisis ini berlalu.

Bagaimana dengan kita hari ini?


Panik Keuangan

Sebuah kewajaran ketika kita mengalami ketidakjelasan kondisi ekonomi, lalu bereaksi dengan : Sedih, khawatir, gegabah, panik dan seterusnya.

Ini adalah respon manusiawi yang menjadi fitrah kita sebagai manusia.

Panik menurut KBBI daring adalah : Bingung, gugup, atau takut dengan mendadak (sehingga tidak dapat berpikir dengan tenang).

Dalam tangga Motivasi Keuangan, Panik ini masuk dalam kategori LATAH atau ikut-ikutan.

Sebuah respon ketika mengalami suatu keadaan yang baru.
Latah ini termasuk tangga terendah dari motivasi seseorang sebelum rasa Takut, Bangga dan Cinta.

Akibat panik ini, respon umumnya orang akan mengalami Panik Keuangan, salah satunya.

Paling tidak, bisa kita lihat banyaknya orang bergerak tanpa pikir panjang, begitu Pemerintah Daerahnya mengeluarkan Kebijakan, meliburkan sekolah dan pegawainya selama dua pekan ke depan, terhitung sejak Senin (16/3/2020) kemaren.

Hari-hari berikutnya, langsung masyarakat menyerbu pusat-pusat perbelanjaan dan melakukan hal-hal seperti :
1. Belanja bulanan tanpa terencana
2. Beli masker dalam jumlah banyak
3. Beli sanitizer dengan kapasitas maksimal
4. Stok bahan baku melebihi kebutuhan dan seterusnya.

Tidak salah memang, tapi akhirnya banyak yang tidak dapat hal-hal di atas, apalagi yang tidak punya uang karena penghasilannya bersifat harian.

Lantas, apa yang harus kita lakukan agar tidak mengalami Panik Keuangan karena Virus Corona (Corona Virus Financial Panic) tersebut?


Piknik Keuangan

Kejadian di Italia, ketika pemerintah setempat mengeluarkan Kebijakan, meliburkan sekolah dan pegawainya, banyak yang piknik alias rekreasi ke objek-objek wisata.

Bukannya prihatin, mereka malah memperkeruh suasana.
Akhirnya, semakin banyak warga di Italia sana yang terpapar Virus Corona tersebut.

Agar kita tidak mengalami Panik Keuangan, alangkah baiknya kita 'Piknik Keuangan' tetap di rumah sembari melakukan Evaluasi Keuangan Diri dan Keluarga kita.

Salah satu parameter orang Sukses Keuangan adalah ketika mereka sudah punya Iman yang sangat kuat dan Strategi yang sangat jitu.

Iman yang sangat kuat hanya mungkin terjadi ketika pikiran kita tetap tenang menghadapi segala bencana Keuangan.

Pun begitu juga dengan Strategi yang sangat jitu, tetap tenang dalam mengkalkulasi risiko dan peluang yang ada.

Juga dalam hal membuat Keputusan yang komprehensif agar tidak salah langkah ke depannya.

Berikut adalah Tips tetap 'Piknik' Keuangan dikala Panik Keuangan melanda :

1. Cek aset lancar
Aset lancar adalah aset yang langsung bisa kita gunakan.
Ibarat ada makanan di kulkas, kita tinggal makan atau langsung menggorengnya tanpa harus melalui proses yang panjang.

Misalnya punya Uang di rekening tabungan, begitu kita ambil di ATM langsung bisa kita belanjakan.

Inti dari aset lancar ketika panik Keuangan adalah ketersediaan dana darurat (emergency fund).

Dana darurat disini bisa diletakkan dalam bentuk : Tabungan yang ada ATMnya, Deposito, Emas Logam Mulia, atau Kemandirian Pangan di rumah seperti Punya kolam Lele, Bertanam Hidroponik, Ubi kayu dan lain-lain.

Di beberapa desa yang masih menganut Falsafah Gotong royong, ada Lumbung Desa dan 'Jimpitan' sebagai Dana Darurat ketika terjadi paceklik atau musim kekurangan bahan makanan atau masa sepi akibat perdagangan.

Hal inilah yang bisa membuat kita Survive dalam kondisi ketidakjelasan seperti saat ini.

2. Cek cicilan utang
Walau WFH (Work From Home) telah diluncurkan untuk 1 bulan ke depan, bahkan mungkin 3 bulan ke depan, tetap saja bagi yang memiliki cicilan utang tetap harus di bayar.

Untuk inilah saatnya kita kembali mengevaluasi, sudah benarkah cara kita berutang?

Idealnya kita tidak punya utang, tetapi jikapun harus berutang karena memang untuk kebutuhan mendesak atau utang kita kategorinya utang baik (good debt).

Apa itu utang baik (good debt)?

Good debt adalah utang yang bisa membiayai dirinya sendiri.

Misalnya seorang fotografer membeli kamera mahal, semata-mata bukan untuk konsumtif, tapi bersifat produktif.

Bisa memudahkan pekerjaannya dan tentunya menjadi sarana meningkatkan keprofesionalannya di mata konsumen, ujungnya penghasilan mereka akan tambah banyak.

Sehingga, jika pun harus tetap membayar cicilan, utangnya tersebut tetap bisa membiayai dirinya sendiri.

Bandingkan dengan Bad Debt (utang jelek) yang tidak bisa membiayai dirinya sendiri.

Jika saat ini, kita harus memilih mana yang harus kita selesaikan terlebih dahulu, maka solusi amputasi utang terkait bad debt menjadi pilihan utama, karena perlambatan ekonomi seperti hari ini.

3. Hidup semurah mungkin
Orang-orang kaya telah menerapkan prinsip ini dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Jadi, ketika terjadi krisis seperti sekarang, mereka tetap bisa survive.

Bagi kita yang belum menjadikannya sebagai sebuah habit’s, maka saat inilah waktunya kita bertindak.

Di mulai dari mana?

Dari kita menghitung bujet rumah tangga yang sebenarnya.

Dalam kondisi normal, mungkin kita bisa boros, tetapi di kondisi sekarang, pengetatan ikat pinggang menjadi wajib.

Apalagi kita tidak pernah tahu, sampai kapan dampak virus Corona ini akan berakhir.

Beberapa Generasi Milenial, sudah menerapkan Gaya Hidup Minimalis dan berfokus pada kebutuhan dasar saja.

Tidak ada salahnya kita coba dengan mulai membongkar lemari pakaian kita, jika memang sudah kepenuhan, berikan pada yang membutuhkan.

Dari segi kesehatan, hidup semurah mungkin berarti kembali ke alam (back to nature), misalnya memakan buah-buahan, sayur-sayuran segar, vitamin, jamu organik, obat-obatan alami dan lainnya.

Hidup semurah mungkin akan membuat kita menjadi happy, karena berkurangnya keinginan yang macam-macam.

4. Gotong royong dalam bela dan beli produk saudara terdekat
Bangsa kita adalah bangsa ramah yang cepat sekali berempati ketika saudaranya mendapat musibah.

Maka, ketika mendapat musibah bersama-samapun, tetap tolong menolong dalam kebaikan.

Jika hari ini ada tetangga kita yang lagi berjualan, maka prioritaskanlah untuk membeli dari tetangga terdekat tersebut.

Karena merekalah yang akan membantu kita, ketika kita mengalami kesulitan.

Saya terinspirasi dengan perjuangan Bapak Hasto Wardoyo di Kulon Progo dengan Beli dan Bela Kulonprogo-nya.

Bagaimana tidak, dengan segala keterbatasan sumber daya alam yang ada di sana, beliau bisa menurunkan tingkat kemiskinan rakyatnya hanya dengan program membeli dan membela produk rakyat mereka sendiri.

Hasil beras dari para petani padi mereka, yang beli selain tetangganya juga para ASN, ekonomi bergerak dan APBD-nya berputar antar sesama masyarakat di sana.

Maka produk-produk kebutuhan sehari-hari seperti air minum, makanan, kebutuhan rumah tangga hingga batikpun, diproduksi dan di beli antar masyarakat.

Pemimpin seperti inilah yang kita butuhkan ke depannya.

Hidup semurah mungkin juga berimbas di lini proteksi kita, apakah itu untuk asuransi kesehatan, jiwa, kendaraan, rumah dan lain sebagainya.

5. Kolaborasi keahlian
Ketika profesi yang menghasilkan uang buat keluarga kita tidak bisa  digunakan lagi karena harus tinggal di rumah, saatnya kita bertransformasi menjadi makhluk digital.

Jika dahulu kita hanya mengandalkan hanya satu income, saat ini kita bermuhasabah untuk mendapatkan penghasilan dari mana saja alias multi stream of income.

Saat ini hampir semuanya beraktivitas via online, kecuali untuk beberapa profesi yang harus ke lapangan.

Artinya kita harus kembali mengecek sumber-sumber penghasilan kita apa saja dan menghitung ulang, mana yang bisa dikerjakan secara online.

Inilah jika kita mengamalkan prinsip Keep Learning All the time, dimana kita cepat beradaptasi dalam kondisi apapun.

Belajar di manapun dan kapanpun.

Jikapun kita harus berinvestasi dari leher ke atas, lakukanlah.

Carilah mentor atau coach yang mau mengajarkan kita untuk sukses di era digital ini.

Kolaborasi adalah kata kuncinya, dengan kolaborasi sesuatu yang sepertinya sulit, akan jadi mudah karena banyak yang mikirin.

Jadilah avenger di era digital, bukan lagi superman masa lalu, karena superman is dead.

Tanpa kolaborasi kita akan mati dalam kesunyian.

 
Wallahu'alam bisshowab....


 
Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
 

 
#PanikKeuanganKarenaVirusCorona
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan