Risiko Investor Milenial di Bisnis Kuliner (Bagian 1)


Happy Friday-Seorang mentor spiritual dari Jogja yang menjadi salah satu Tokoh Perubahan Versi Republika tahun 2019 pernah menyatakan, "Setiap orang ingin membuat keadaan menjadi lebih baik, apalagi jika program itu mereka yang mengusulkannya.  Tetapi, ketika diminta untuk mengambil risikonya, banyak yang mundur teratur."

Risiko Investor Milenial di Bisnis Kuliner
Ada isitilah dalam Bahasa Inggris yang cukup terkenal, "No pain, no gain" yang berarti keberhasilan tidak akan dicapai tanpa usaha atau dalam pepatah jawa dikatakan "Jer Basuki Mawa Beya" yang berarti tiada kebahagiaan tanpa pengorbanan.

Termasuk juga dalam dunia bisnis dan investasi, high risk high return.

Risk (risiko) merepresentasikan kondisi yang tidak diharapkan, sedangkan return (pengembalian) kebalikannya yakni kondisi menguntungkan yang diharapkan.

Sepertinya bertentangan, namun risk dan return memiliki korelasi yang searah atau bersifat linear.

Semakin tinggi risiko, maka semakin tinggi pula tingkat pengembaliannya (high risk high return).

Demikian pula sebaliknya, semakin rendah risiko, makin rendah pula tingkat pengembaliannya (low risk low return).

Bedanya investasi dan judi, judi tidak terukur sementara investasi itu terukur.


Risiko Investasi

Risiko menurut KBBI daring adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.

Risiko dalam berinvestasi bersifat wajar dan normal jika di tangan ahlinya, sementara bersifat tidak wajar ketika bukan di tangan ahlinya.

Sebuah risiko tinggi, tetap akan menjadi tinggi dilihat dalam kaca mata apapun, tetapi bagi yang bisa melakukan kalkulasi risiko atau risk management, risiko tinggi itu bisa diminimalisir.

Disinilah pentingnya merencanakan sesuatu secara intelektual, bukan semata emosional.

Fenomena boomingnya tanaman gelombang cinta dan batu akik, walau dari dulu sudah ada yang menanam tanaman 'aneh' dan jual beli koleksi batu akik, adalah sebuah contoh yang dimasa depan akan terulang lagi.

Bagi para profesional di dunia pertanaman dan profesional di dunia perbatuan, walau hari ini boomingnya sudah hilang, mereka tetap menjalankan aktifitas profesinya.

Nah, dalam dunia investasi sikap kehati-hatian dan pemahaman yang benar terhadap investasi beserta turunannya, penting dilakukan.

Agar apa, agar kita tetap 'waras' dalam melakukan suatu tindakan investasi.


Investor Kuliner

Bisnis kuliner hari ini datang dan pergi sesuka hati.

Yang awalnya trend, tiba-tiba hilang di telan bumi.

Dulu ada fenomena Pisang Ponti, dimana untuk belinya kita harus antri mengular.

Hari ini, walau masih ada tidak semeriah dulu.

Tetapi di sisi lain, yang namanya SGPC (Sego Pecel) UGM, Ayam Goreng Nyonya Suharti, Gudek Yu Jum dan brand-brand legendaris lain, tetap saja banyak peminat walau di bombardir oleh 'American Warteg' ala AW, KFC, Mc Donald dan lainnya.

Bahkan Fenomena Warkop dan Indomie Rebus/Goreng buat mahasiswa yang ngekos di sekitaran kampus, hari ini bermetamorfosis menjadi kekinian ala Warunk Upnormal.

Mie-nya masih sama, Mie Instan tetapi yang kekinian di toping dengan kikil, daging dan lainnya.

Kejelian melihat pasar seperti inilah yang menjadi dasar Customer Behavior.

Misalnya, hari ini kita akan berinvestasi di bisnis kuliner, apakah masih ada ceruk pasarnya?

Mari kita lihat dari kaca mata Ilmu Motivasi Keuangan.

Ketika kita ingin berinvestasi di bidang kuliner, lakukanlah layaknya seorang Investor Kuliner.

Sebagai seorang investor kuliner, kita wajib melakukan investigasi terhadap bidang tersebut.

Mulai dari industrinya, prospek ke depan, para pemainnya hingga partner yang akan kita ajak bekerja sama.

Secara umum, jika kita adalah investor sejati maka cara Pandang Pemilik Dana, seperti Bank atau Funding layak kita jadikan benchmark.

Apa saja 3 hal dasar Pola Pikir fundamental dari seorang Investor :

1. Apakah bisnisnya layak kami modali?

Secara ekstrim,  jika hari ini ada yang menawarkan Bisnis Wartel atau Pager atau memberikan kepada saya untuk dikelola, pastinya akan saya tolak.

Bukan aset guna pakainya yang saya tolak, tetapi Bisnis dan Model Bisnisnya yang akan menjadi konsen saya.

Karena hari ini, bisnis seperti itu sudah kadaluwarsa, apalagi di kota-kota besar.

Artinya, bisnis atau pasar (market) menjadi sebuah acuan paling pertama sebelum yang lainnya.

Dan kuliner, termasuk salah satu dari 9 bisnis abadi yang akan terus di cari orang.

Tinggal differensiasi atau keunikannya apa agar bisa bersaing di pasar.

2. Apakah Anda layak kami modali?

Bisnis sudah bagus, tanyakan siapa yang mendrive-nya?

Sehebat apapun sebuah mobil (Baca : Kendaraan), tidak akan bisa jalan tanpa supir dan support systemnya.

Maka memilih partner profesional dan ahli di bidangnya mutlak dipenuhi.

Karena merekalah yang day by day, hari demi hari menjalankan operasional usaha tersebut.

Tanpa mereka, apalagi jika sudah ada sistem yang kuat, bisnis susah akan berkembang.

Nah, kita masuk Pola Pikir yang ke tiga.

3. Apakah risikonya layak kami ambil?

Bagaimanapun, return itu sebuah hal yang dinantikan seorang investor.

Artinya, 'masa depan' uang mereka terkait dengan 'masa suram' dari investasinya.

Jika investasinya gagal, berarti mereka kehilangan, tetapi jika investasinya berhasil, berarti mereka menemukan atau menghasilkan.

Risiko ini jika dulu bersifat Owning (kepemilikan), dengan adanya Internet hari ini menjadi bersifat Sharing (berbagi).

Pun dalam hal berinvestasi.



Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
 

 
#RisikoInvestorMilenialDiBisnisKulinerBagian1
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan