Food Experience dalam Keuangan

Happy Friday-Beberapa waktu yang lalu, saya sempat 'Hunting' makanan, hanya untuk mengembalikan memori terhadap sebuah makanan pada masa lalu.

Karena kenangan adalah ‘intangible asset’ berharga yang telah kita lakukan pada masa lalu, yang dampaknya terasa di masa depan, baik surplus maupun deficit.


Berburu Mie Pangsit dan Burgo

Ya, Mie Pangsit ala Bengkulu.

Awalnya mencari Mie yang sering saya makan waktu masih duduk di bangku SD (Sekolah Dasar).

Beberapa referensi yang saya cari via Google di sekitaran Jabodetabek menghasilkan definisi yang berbeda-beda terhadap makanan ala tempoe doeloe itu.

Jika kita bertanya kepada penjual bakmi, maka Mie Pangsit bermakna Mie dan Pangsit.

Begitu di cek ke lokasi, Mie Pangsit itu tidak jauh beda layaknya Mie Ayam umumnya, ada Mie dan Pangsit juga.

Saya coba cari lebih detail lagi, muncul istilah Mie Ayam Bangka, merujuk pada Mie Ayam yang berasal dari Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

Bumi Laskar Pelangi

Mie Ayam Bangka lebih mendekati Mie Pangsit ala Bengkulu, walau sudah ada penambahan toge dan lain-lain.

Ketika saya travelling ke Belitung, Buminya Laskar Pelangi, Mie Ayam Bangka sangat sulit mencarinya, apalagi yang halal, rata-rata disana adanya Mie Belitung, mie kuah/basah atau Mie Celor dalam bahasa Bengkulu.
Sampai akhirnya, saya harus kembali ke Bengkulu untuk menemukan Mie Pangsit ala Bengkulu tersebut.

Mie Ayam Bangka di Belitung
Di dua kota Kabupaten, Kepahiang dan Rejang Lebong-lah akhirnya 'dahaga' terhadap Mie tersebut terpenuhi.

Artinya, lidah ini bisa mendeteksi, mana yang 'Mie Pangsit' ASELI ala Bengkulu, mana yang 'bukan' alias KW.

Setelah datang ke Bengkulu, pagi harinya saya kembali menemukan Makanan Istimewa Tempoe Doeloe, Burgo.

Burgo Tempoe Doeloe
Burgo merupakan makanan khas di wilayah Sumbagsel alias Sumatera Bagian Selatan a.l : Palembang, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung dan Lampung) yang berbahan dasar tepung beras dan tepung kanji.

Adonan tepung didadar dan digulung kemudian dipotong-potong segingga bentuknya bundar.

Burgo disajikan bersama kuah yang terbuat dari ikan dan santan.

Banyak orang juga mengatakan burgo mirip dengan lontong sayur.

Jika mirip lontong sayur, tentu akan sama mencarinya yang ASELI seperti Mie Pangsit tadi.

Ketika di gigitan pertama, food experience masa lalu seperti tergambarkan dengan sangat jelas.

Tekstur potongan tepungnya, kuahnya, hingga sambal yang menemaninya.


Pola dan Kebiasaan Keuangan

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari Food Experience dalam bidang keuangan?

Setiap orang tentu memiliki sebuah pola yang terstruktur dalam pengelolaan keuangannya.

Pola adalah suatu kejadian yang berulang-ulang, sama.

Pola uang masuk dan pola uang keluar, terkait erat dengan kebiasaan yang telah mendarah daging di alam bawah sadar kita.

Untuk membuat 'Standar Enak' ala Mie Pangsit tadi misalkan, saya coba memvalidasinya ke beberapa tempat, dan hasilnya walau sangat subjektif, 'Standar Enak' tersebut kembali ke asal lidah ini pertama kali mengunyahnya.

Pertama kali dan dilakukan secara berulang inilah yang akhirnya menjadi kebiasaan dan karakter 'Standar Enak' tersebut.

Begitu juga dengan Manajemen Keuangan, pola kita menghasilkan uang tidak akan jauh berbeda dari apa 'Finance Experience' yang kita dapatkan.

Jika kita tahunya mendapatkan uang ala Petani Padi, maka setiap 3 bulan kita akan panen, setelah bekerja keras menggarap sawah.

Jika kita tahunya mendapatkan uang ala Pedagang di pasar, maka setiap transaksi harian terjadi, kita akan dapat untung atau rugi.

Jika kita tahunya mendapatkan uang ala ASN (Aparatur Sipil Negara), maka setiap akhir atau awal bulan kita akan menerima gaji setelah dipotong sana sini.

Jika kita tahunya mendapatkan uang ala investor, maka setiap bulan dari bagi hasil atau 3 bulanan atau setiap tahun dari dividen yang dibagikan kepada kita, itulah pola keuangan kita.

Jika kita tahunya mendapatkan uang dari bisnis yang tersistem, maka setiap hari kita tahu berapa uang yang akan masuk ke kantong kita.

Belum lagi jika kita sudah Melek Digital dengan punya Real Estate Property, Intellectual Property dan Digital Property, tentu cara mendapatkan dan membelanjakan-nya pun berbeda.

Artinya, setiap kita akan punya pola sendiri dalam mendapatkan uang.

Ibarat food experience tadi, maka gigitan pertama akan menentukan pilihan kita selanjutnya.


Permainan Berburu (Hunt Games)

Beberapa orang menemukan pola mendapatkan uang layaknya pemburu dalam permainan Hunt Games atau Kingdom Games.

Hunt Games (Kingdom Games) merupakan permainan dalam berburu binatang seperti domba, sapi, banteng dan lain-lain, biasanya untuk di makan atau sebagai tenaga pendukung.

Dasar permainan ini adalah Keterampilan dan Strategi.

Bagaimana mengkapitalisasi aset agar menjadi berlipat ganda.

Permainan ini diawali, siapa yang lebih dulu bergerak, maka peluang berhasilnya akan semakin tinggi.

Semakin pagi semakin baik (early bird), karena ibarat burung yang terbang mencari makan lebih awal, akan lebih banyak dan lebih cepat mendapatkan makanannya.

Dalam kehidupan orang-orang kaya, ketika hari kerja (week day), mereka malah dapat diskon lebih banyak dibanding week end (hari libur) karyawan umumnya.

Dan ide-ide segar ini biasanya muncul di pagi hari setelah kita bangun tidur (early bird).

Maka menjual dengan cara retail dan corporate itu, selain beda cara mainnya, juga hasilnya bisa beda.

Di Hunt Games, setelah daging buruan di dapat, daging tersebut di potong-potong dan di jual eceran dalam bentuk mentah.

Tentunya, harga lebih murah ketimbang kita menjualnya dengan added value (nilai tambah) dan disajikan di restoran kelas atas.

Di restoran, harga jual bisa berlipat-lipat dikarenakan adanya Cooking Skill (keterampilan memasak), keterampilan ini erat kaitannya dengan 'Memasak Uang' di dalam ruangan.

Agar enak dimakan, selain jam terbang kokinya, juga cara penyajiannya yang harus mengesankan.

Bisa juga menambah added value (nilai tambah) dalam bentuk indukan.

Beternak indukan (kuda, sapi, banteng, domba) akan menghasilkan long time benefit serta sustainable terhadap aset-aset kita.

Bisa juga hewan berburu tersebut kita jadikan binatang tunggangan seperti kuda sebagai tools atau alat mencapai tujuan.

Yang namanya leverage (Baca : Kuda), bisa menaikkan produktivitas dan waktu tempuh untuk mencapai tujuan.

Bisa juga kita berhenti sebentar dengan membeli atau menyewa tanah yang masih kosong.

Awalnya tanah garapan di sewa, lama-lama bisa di beli secara crowd funding, jadi ringan sama di jinjing, berat sama dipikul.

Beberapa local wisdom dalam Hunt Games itu antara lain :
1. Jualan daging mentah secara eceran
2. Jualan daging mentah secara partai besar ke pabrik-pabrik
3. Memasak daging, punya nilai jual dan nilai tambah
4. Punya sistem dengan menjalin pertemanan baik kepada sesama pemburu, rumah makan dan lain-lain
5. Berburu secara berjama'ah yang nantinya bisa melipatgandakan INCOME kita.

Kata Kunci dari Food Experience dalam Keuangan adalah Milikilah Mentalitas/Daya juang dan Daya belajar.

Karena hari ini, Pola Uang Masuk dan Uang Keluar kita, sebanyak Rezeki yang telah Allah SWT berikan buat makhluknya.

Jangan takut tidak makan, jangan takut miskin, berubahlah dan mintalah kepada Sang Maha Kaya, Allah SWT.

Wallahu'alam Bisshowab.....



Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
 
 
#FoodExperienceDalamKeuangan
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow

#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan