Masalah Keuangan Karyawan adalah Masalah Perusahaan


Happy Friday-Waktu saya sebagai Karyawan Bank, ada produk yang lagi favorit di zamannya, yakni KTA (Kredit Tanpa Agunan) yang menyasar karyawan dan pekerja mandiri.

Cukup slip gaji dan sepengetahuan HRD/Finance Manager, maka hitungan hari kerja asal persyaratannya lengkap, uang langsung cair setelah di potong biaya provisi dan lain-lain.

Beberapa perusahaan yang slip gajinya carbonize alias perusahaan favorit, malah tidak membutuhkan tanda tangan HRD/Finance Manager.

Ibarat kacang goreng, produknya laris manis tanjung kimpul dan semuanya senang.

Debitur senang (peminjam), bank senang dan marketing yang menjadi ujung tombak bank juga happy.

Polanya juga sederhana, setelah aplikasi (saat itu masih manual) di setor ke Sales Manager, masuk ke bagian verifikator, lalu masuk ke bagian Credit Analysis.

Di Tim Credit Analysis inilah yang menentukan diterima tidaknya sebuah permohonan pinjaman dengan berbagai alasan, apakah buat renovasi rumah, biaya pendidikan anak, membeli barang konsumtif dan lainnya.

Untuk beberapa plafon yang lumayan tinggi, di level cabang fungsi branch manager menjadi signifikan.

Dari pihak bank mensyaratkan pinjaman akan disetujui jika pemohon tidak melebihi 30-35% total pinjaman di bank atau tempat lain.

Jadi total keseluruhan pinjaman, misalnya seorang karyawan dengan penghasilan Rp 10 juta, maka batas limit utangnya, baik utang KPR, KPM dan lainnya, tidak boleh melebihi angka Rp 3-3,5 juta.

Dan biasanya, plafon pencairannya antara 2-3x gaji si karyawan yang bersangkutan.

Makanya sebelum masuk ke credit analysis, verifikator mengecek track record calon debitur via BI Checking, apakah memiliki history atau jejak rekam negatif di bank lain atau tidak.

Karena bagaimanapun yang namanya bank tidak ingin kredit yang disalurkannya macet.

Apalagi ini KTA (Kredit Tanpa Agunan) yang tidak ada jaminan kecuali trust bank kepada calon debiturnya, makanya rata-rata bunganya lebih tinggi dibanding produk pinjaman sejenis.

Singkat cerita, setelah semuanya oke, mulailah si debitur mencicil pinjaman dalam bentuk cicilan bulanan hingga mencapai batas terakhir cicilan tersebut.

Begitu mendekati batas akhir kredit, jika si debitur tidak ada penunggakan dan rajin mencicil, maka biasanya dari pihak admin atau customer service akan me-reminding lagi untuk meminjam atau top up, begitu seterusnya.

Tapi, jika mulai macet hingga tidak bisa mengangsur, maka bagian collection atau Debt Collector yang akan 'sambung rasa' dengan konsumen.

Saat itulah, ketika si karyawan mulai susah di temui karena kebijakan jam kerja perusahaan, maka biasanya HRD Manager yang maju untuk menyelesaikan.


Masalah keuangan karyawan

Salah satu alat untuk mengukur kinerja atau produktivitas kerja karyawan adalah dengan melihat seberapa efektif terjadi perubahan dari asset menuju sales, seberapa efisien terjadi perubahan dari sales menuju profit dan akhirnya seberapa produktif terjadi perubahan dari profit menjadi cash, dimana cash inilah yang jika di laporan keuangan dinamakan OCF (Operating Cash Flow).

Gaji seorang karyawan selain dilihat dari UMP/UMR (Upah Minimum Provinsi atau Upah Minimum Regional) juga tingkat atau jenjang karir dan masa kerjanya, dan produktivitas seberapa besar tenaga, pikiran, waktu yang dibarter karyawan dengan kenaikan pertumbuhan perusahaan.

Artinya, ketika karyawan tersebut produktif, perusahaan senang dan karyawan juga mendapatkan kompensasi yang fair.

Masalah keuangan muncul ketika si karyawan menerima gaji pertamanya, beberapa orang yang sudah dibekali Cara Mengelola Gaji, tentu bukan masalah, tetapi berapa banyak karyawan yang tidak bisa mengelola gajinya.

Gaji hanya numpang lewat dan akhir atau awal bulan bukanlah sesuatu yang menggembirakan dikarenakan tidak pandai mengelola keuangan pribadinya.

Bagi yang sudah berkeluargapun, ketika menyerahkan uang gaji tersebut kepada si isteri (jika suami yang bekerja), akan menjadi Malapetaka Keuangan dikarenakan tidak pahamnya si isteri mengelola keuangan keluarga.

Jika sudah sampai disini, hari-hari menanti gajian (awal atau akhir bulan) adalah hari-hari neraka, karena gaji cuma numpang lewat

Ketika isteri, suami, dan anak tidak pandai mengelola uang gaji, akan melemahkan semangat si karyawan untuk bekerja, otomatis produktivitas menurun, biasanya produktivitasnya 7, dikarenakan tidak pandai mengelola keuangan menjadi 5.

Karena menurut perusahaan, mereka sudah memberikan kompensasi yang layak buat karyawannya, ketika produtivitas karyawannya di bawah target, akan menggerus laba perusahaan.

Yang rugi, bukan cuma perusahaan tetapi juga si karyawan dan solusi jangka pendeknya adalah dengan meminjam uang ke Lembaga keuangan atau non keuangan.

Disinilah peran HRD/Finance Manager menjadi signifikan, mereka harus menjaga Harmonisasi antara Semangat Kerja Karyawan dan Produktivitas Kerja buat perusahaan.

Jika cuma satu atau dua karyawan yang bermasalah, bukanlah sebuah masalah besar bagi HRD/Finance Manager, tetapi jika setiap bidang terjadi dan jumlahnya cukup besar, pastinya mengganggu kinerja perusahaan.

Bayangkan, selain harus mengelola SDM perusahaan, HRD/Finance Manager tersebut harus menerima telpon atau tamu dari bagian collection/debt collector sebuah Lembaga perbankan atau non perbankan dikarenakan ‘ulah’ karyawannya.

Ini bisa menjadi iklim tidak sehat di lingkungan perusahaan.
Salah satu solusi agar masalah tersebut tidak terjadi adalah dengan memberikan Ilmu Money Management kepada para karyawan yang difasilitasi oleh HRD/Finance Manager.


Money Management buat Karyawan

Mindset keuangan yang telah mandarah daging di diri si karyawan akan menentukan Keuangan Masa Depannya.

Pola umumnya adalah untuk merubah nasib keuangan seseorang, si karyawan harus merubah karakter keuangannya, karakter keuangan seorang karyawan hanya bisa berubah jika kebiasaan keuangannya berubah.

Kebiasaan keuangan itu bisa terjadi jika merubah tindakan keuangan, dan tindakan keuangan hanya bisa berubah ketika mindset keuangannya benar.

Jadi, jika kita balik dalam bentuk yang lebih sederhana :
Mindset Keuangan-Tindakan Keuangan-Kebiasaan Keuangan-Karakter Keuangan-Nasib Keuangan.

Nasib keuangan seorang karyawan hanya bisa berubah ketika merubah Mindset Keuangannya, dan itu tidak bisa dalam sekali atau dua kali training di kelas, tetapi harus dimulai dari pembiasaan Mindset Keuangan yang benar terhadap uang.

Dalam Money Management, minimal ada 3 dimensi waktu keuangan seseorang, yakni :
1. Dimensi Keuangan Masa Lalu
2. Dimensi Keuangan Masa Sekarang
3. Dimensi Keuangan Masa Depan

Dimensi keuangan terkait utang termasuk di dimensi masa lalu, dimana aktivitas masa lalu dibayar hari ini, misal kita membeli TV secara cicil, TVnya sudah kita nikmati, tetapi cicilannya terus menagih tiap bulan sesuai kesepakatan di awal.

Dimensi masa sekarang terkait aktifitas kita hari ini, jika inflasi hari ini 2-5%, maka daya beli kita menurun 2-5%, ketika inlasi 7-12%, maka daya beli kita turun 7-12% dikarenakan turunnya nilai uang kita terkait barang riil.

Adapun dimensi masa depan adalah rencana masa depan kita seperti apa, misal kita punya  anak yang anak masuk sekolah 5 tahun lagi, biasanya para Perencana Keuangan mematok Inflasi 20% agar uang yang nanti kita gunakan tetap bisa membayar uang masuk sekolah anak.

Adapun jika inflasinya tidak di angka 20% berarti dapat bonus yang bisa digunakan untuk aktivitas yang lainnya, misal kelebihannya buat ikut kursus public speaking atau Financial Literacy agar Financial Intelligent-nya meningkat.

Di luar dari itu, ada hak Tuhan dan Sosial yang mesti kita anggarkan buat diri dan lingkungan kita, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama dan lingkungannya.

Keshalehan spiritual juga harus di imbangi dengan keshalehan sosial karena kita masuk zoon politicon (makhluk sosial).


Mentoring Keuangan

Agar gaji yang kita terima menjadi bermakna, paling tidak ada 3 cara yang perlu kita lakukan dan bisa kita nikmati di masa di saat ini dan masa depan, yakni :

1. Teaching

Ini adalah proses transfer of knowledge atau perpindahan pengetahuan dari seorang teacher kepada murid-muridnya.

Biasanya teaching ini terkait improvement atau perbaikan terus menerus, dari tidak tahu menjadi tahu.

2. Training

Ini adalah proses transfer of skill atau perpindahan keterampilan dari seorang trainer kepada trainee atau audiens jika dalam jumlah banyak atau yang dia latih.

Biasanya training ini terkait development atau pengembangan terus menerus, dari tahu menjadi paham dan sadar.

3. Mentoring

Ini adalah proses transfer of experience atau perpindahan pengalaman dari seorang mentor kepada mentee-nya.

Biasanya mentoring ini terkait empowerment atau pemberdayaan yang berkesinambungan, dari sukses menjadi signifikan.

Dalam mentoring keuangan, setelah melalu proses teaching keuangan dan training keuangan, biasanya akan didampingi dengan terus menerus melakukan Monitoring dan Evaluating, sehingga dampak yang dihasilkan menjadi berdaya guna dan berhasil guna.

Mentoring keuangan ini akan bisa berhasil, jika si mentor sudah pernah melakukan dan melalui serangkaian Tes dan Ukur yang terstruktur, sehingga bagi si mentee ini bukan coba-coba lagi.

Ibarat perjalanan ke Lombok, si mentor sudah pernah ke Lombok dengan rute yang sudah ditentukan, sehingga jejak kesuksesan tersebut tinggal diikuti oleh si mentee.

Bagaimana jika si mentor belum pernah melakukan perjalanan ke Lombok, sebaiknya si mentee menjadi coachee dari seorang coach yang profesional yang bisa menggali cara menuju ke Lombok.


Solusi keuangan bagi Perusahaan

Jika masalah keuangan sudah terjadi secara masif di antara karyawan perusahaan, maka solusi curative perlu di ambil.

Jika masih bisa dilakukan tindakan preventive, ini akan sangat bagus sekali, karena sebaik-baiknya adalah mencegah ketimbang mengobati.

Layaknya orang baru pertama kali bekerja dan mendapat gaji, saat itulah sebenarnya Melek Keuangan dalam format Training Money Management perlu dilakukan, bukan saat mau pensiun baru dilakukan.

Tidak salah memang, tetapi sepanjang karyawan tersebut bekerja di perusahaan, ada banyak gangguan keuangan yang akan mereka alami.

Jadi, antara proses preventive (pencegahan) dan curative (penyembuhan) penyakit keuangan, misal Penyakit Saldo Minus, harus berjalan beriringan agar mencapai hasil yang maksimal.

1. Preventive (pencegahan)

Ini bisa dilakukan secara mandiri dengan Financial Check Up, atau mengundang Ahli di bidang Personal Finance, Money Management atau Motivasi Keuangan.

Karena persoalan terbesar keuangan pribadi, keluarga dan perusahaan adalah di Mindset atau Melek Keuangan, bukan sekedar teknis keuangan.
 
Jika sekedar teknis, begitu disodori obat keuangan, mungkin akan ‘sehat keuangan’ tetapi beberapa hari kemudian akan ‘sakit keuangan’ lagi karena kebiasaan keuangannya tidak di rubah.

2. Curative (penyembuhan) 

Ini bisa dilakukan lewat Mentoring Keuangan dengan seorang mentor yang sudah 'sukses' dan bangkit dari keterpurukan keuangan.

Dan pendampingan ini akan masuk ke beberapa level keuangan, seperti ICU (Intensive Care Unit), HCU (High Care Unit), atau Bedah Keuangan pribadi dan Keluarga jika memang dibutuhkan dikarenakan krisis keuangan dan kiamat finansial.

Di luar dari hal di atas, bijaksananya kita menentukan nasib keuangan kita, apalagi hari ini produk keuangan seperti KTA, Kartu Kredit, bahkan yang lebih modern berbasis FinTech (Financial Technology) seperti Pinjol (Pinjaman Online) atau Pindar (Pinjaman Daring) bertebaran bak jamur di musim hujan.

Jika kita tidak hati-hati dalam menyikapinya, maka akan berimbas kepada diri, keluarga dan perusahaan kita.

Wallahu'alam Bisshowab.....



Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
 

 
#MasalahKeuanganKaryawanAdalahMasalahPerusahaan

#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan