Ameba Keuangan dalam Keluarga


Happy Friday-Istilah ameba atau amuba pertama kali saya dapatkan ketika belajar biologi di SMP dan SMA.

Waktu kemaren ikut kelasnya Bu Noni Purnomo, Presiden Direktur Blue Bird di acara Wealth Wisdom di Jakarta, beliau memaparkan bagaimana Perusahaan Taksi Blue Bird menjadikan Manajemen Ameba sebagai Exit Strategy dari gempuran distrupsi oleh aplikator transportasi di Indonesia.

Ternyata inti masalah perusahaan taksi konvensional tersebut, bukan masalah Penggunaan Teknologi, Pelayanan Pemesanan, Metode Pembayaran tetapi Kebijakan Pemerintah dan Tata Kelola Harga ke Konsumen.

Apa rahasianya agar bisa tetap bisa survive dari gempuran badai distrupsi ini?

Salah satu kuncinya adalah menerapkan Manajemen Ameba.

Manajemen Ameba ini pertama kali ditemukan oleh  seorang Engineer dari Jepang, Bp. Kazuo Inamori (Founder Kyocera Ceramics) yang oleh orang Jepang disebut Bapak Manajemen Modern Jepang.


Ameba Keuangan

Kata ameba berasal dari bahasa Yunani, amoibe yang berarti perubahan.

Sedangkan menurut KBBI daring, ameba adalah binatang bersel satu tanpa bentuk tetap, menyerupai lendir yang bergerak, memiliki sifat kehidupan seperti pertumbuhan, pembiakan, metabolisme, dan daya gerak.

Dalam konteks keuangan, ameba keuangan berarti unit-unit kecil dari sebuah 'Keluarga Besar' yang mengelola keuangan, mulai dari Making Money, Keeping Money,  Investing Money, Protecting Money, & Distributing Money.

Ibarat sebuah ‘keluarga besar’ tadi, seluruh organisasi keuangan ini harus dibagi menjadi unit-unit kecil atau 'ameba’.

Dengan menjadi ameba ini, maka masing-masing anggota keluarga, ayah, Ibu dan Anak memiliki tanggung jawab masing-masing terhadap Tujuan Besar Keuangan Keluarga.

Misalnya, mulai membiasakan anak-anak bertanggung jawab terhadap keuangannya sendiri.

Sedini mungkin, mulai memberikan pemahaman yang benar tentang uang, memberi tes kecil seperti memberi uang saku secara harian, pekanan atau bulanan.

Lalu mengajarkan bagaimana caranya agar mereka bisa memiliki mentalitas kaya dengan Sedekah (giving), Menabung (saving) yang akhirnya bisa Berinvestasi (investing) dan Makan/jajan (purchasing/eating).

Intinya mengajak mereka bertanggung jawab dengan uang yang mereka punya.


Menabung dan Investasi

Salah satu kesalahan mendasar dalam berinvestasi adalah tidak memiliki tujuan keuangan.

Ibarat perjalanan dari Jakarta ke Lampung, kita harus tahu ujungnya dulu, misalnya Kota Bandar Lampung baru menarik di awal perjalanan.

Mungkin banyak yang sudah kenal dengan produk investasi, misal Sukuk/Obligasi, Emas, Saham, Properti dan lain-lain.

Tapi lebih banyak lagi yang bingung dikarenakan ketidakadaan tujuan keuangan.

Harusnya, tentukan terlebih dahulu tujuan keuangan kita apa.

Misalnya, ingin menikah, memiliki biaya pendidikan anak, wisata atau liburan, pensiun dan lain-lain

Setelah itu baru dikembalikan ke diri kita, apakah tipe konservatif, moderat atau agresif.

Dan berapa lama kita akan berinvestasi, setelah itu baru mencari instrumen atau produk investasi apa yang pas dengan tujuan keuangan kita.

Secara umum ada 3 (tiga) Instrumen Dasar keuangan :
1. Deposito (jangka pendek)
2. Obligasi (jangka menengah)
3. Saham (jangka panjang)

Yang ketiga hal di atas bisa di 'titipkan' untuk di kelola oleh Manajer Investasi dalam bentuk Reksadana (KIK/Kontrak Investasi Kolektif)

Sementara emas, perak, properti dan lainnya biasanya disebuat Real Investment.

Untuk tujuan keuangan ini, setiap ameba harus :

1.   Komunikasikan rencana dan tujuan bersama dalam visi yang dapat dibagikan kepada semua anggota keluarga

Sebagai Kepala Keluarga seorang Ayah berperan besar dalam menahkodai biduk rumah tangga.  Sebagai Imam yang patut di tiru dan di contoh keteladanannya, termasuk juga dalam bidang keuangan.

Bagaimana gaya hidup keluarga, tercermin dari bagaimana mengelola keuangan keluarga.

Walau sudah ada Menteri Keuangan Rumah Tangga pun, yakni Isteri/Ibu tetap saja Pengambil Keputusan Akhir di tangan Sang Kepala Rumah Tangga.

Paling tidak ada GBHKK (Garis-garis Besar Haluan Keuangan Keluarga) yang berisi, mana yang boleh dan mana yang tidak.

Misalnya, untuk mencapai mimpi keuangan Bersama, setiap anggota keluarga diharuskan menabung dan berinvestasi terlebih dahulu.

Mampu membedakan kebutuhan dan keinginan, hidup semurah mungkin dan lain-lain.

2.  Buat rencana tahunan yang bisa di break down menjadi harian, pekanan, dan bulanan

Setelah membuat GBHKK minimal 1 Dekade atau Rencana 10 tahunan, lakukan Financial Check Up Keuangan Keluarga setiap tahun.

Lalu dibagi hingga menjadi rencana keuangan bersifat harian, pekanan, bulanan hingga tahun berjalan.

Misalnya, tahun depan merencanakan Liburan Bersama ke sebuah kota, maka harus dihitung dulu berapa total biaya selama perjalanan contoh Rp 10 juta.

Dari angka Rp 10 juta inilah, berapa ‘kewajiban’ setiap anggota keluarga untuk mencapainya.

Bisa jadi 60% nya di handle oleh Ayah, 30% nya oleh ibu dan 10% oleh anak, atau menggunakan persentase yang lain yang disepakati Bersama.

Jadi ketika, akhir tahun rencana tersebut menjadi rencana bersama dan di eksekusi bersama.

Intinya adalah rasa tanggung jawab menjadi bagian ameba keuangan.

3.  Buat rencana bulanan berdasarkan Rencana Bersama, dan capai rencana tersebut tanpa gagal.

Tidak ada yang salah dalam menjalankan rencana keuangan, karena masalah keuangan seseorang beda-beda.

Tetapi, memastikan rencana tersebut berjalan merupakan DISIPLIN KEUANGAN yang mesti ditaati dan tidak boleh gagal.

Disiplin inilah sejatinya tolak ukur agar rencana keuangan kita berjalan sesuai koridor keuangan keluarga.

Jadi tidak ada yang merasa lebih hebat dari yang lain, semua berjalan sesuai fungsi keuangannya masing-masing.

Hingga nantinya, apapun rencana keuangan yang kita impikan Bersama, seberapa besar halangan dan rintangannya, Insya Allah akan terasa mudah.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah setiap anggota keluarga membawa rezekinya masing-masing, bisa jadi rezeki langsung atau tidak langsung.

Misalnya rezeki tidak langsung, rezeki anak dan isteri dititipkan lewat rezeki suami.

Dan ingat rezeki ini akan turun bukan semata kerja keras si suami atau ayah saja, tetapi peran besar semua anggota keluarga, baik lewat do’a atau keyakinan yang mendalam terrhadap kekuasaan Allah SWT.

Jadi, mari menjadi ameba keuangan di setiap keluarga kita masing-masing.


Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
 

 
#AmebaKeuanganDalamKeluarga

#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan